Friday, June 7, 2013

Analisis Cerpen Anak



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam bidang perkembangan anak, istilah sosialisasi mengacu kepada proses yang dialami oleh anak-anak untuk memperoleh perilaku, keyakinan, norma dan yang dinilai oleh dan bernilai bagi keluarga mereka dan kelompok budaya mereka. Sosialisasi dikatakan terjadi apabila anak-anak mempelajari cara-cara kelompok mereka sehingga mereka dapat berfungsi secara berterima didalamnya. Mereka harus belajar menggunakan control/pengawasan terhadap perilaku yang bersifat menantang bermusuhan kalau mereka ingin mempunyai hubungan-hubungan yang berterima dengan para anggota keluarga, teman-teman dan masyarakat yang lebih luas.
Sosialisasi merupakan bagian penting dari perkembangan anak. Mengerti serta memahami proses-proses yang mempengaruhi perkembangan social sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dengan anak-anak.
Salah satu cara untuk meningkatkan perkembangan social anak yaitu dengan pembelajaran sastra, dalam hal ini misalnya dengan sebuah cerita pendek (cerpen). Cerita-cerita anak memberikan pelajaran dalam bentuk hikmah dari kehidupan sehari-hari yang sangat mungkin terjadi disekitar anak-anak kita. Cerita cerita ini juga dapat memberi inspirasi kepada kita bagaimana cara menanamkan tata nilai dan budi pekerti kepada anak-anak kita tanpa dirasa menggurui mereka.

1.2  Tujuan Penulisan
Saya menyusun makalah ini bertujuan untuk menganalisis cerpen Indahnnya Kasih Sayang dalam kumpulan cerpen Lumba-lumba, Hiu dan Paus sebagai upaya peningkatan kemampuan peningkatan kepribadian anak dalam pembelajaran sastra.




1.3  Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan, diantaranya :
1.      Bagaimana menganalisis cerpen sebagai upaya peningkatan kemampuan perkembangan kepribadian anak prasekolah ?
2.      Bagaimana menganalisis cerpen sebagai upaya peningkatan kemamapuan perkembangan kepribadian anak masa sekolah ?  



BAB II
HAKIKAT SASTRA
1.1  Hakikat Sastra Anak-anak
Apabila kita ingin membicarakan hakikat sastra anak-anak maka pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu dipertimbangkan atau dijawab, yaitu :
a.       Apa yang disebut sastra ?
b.      Sastra yang bagaimana yang sesuai bagi anak-anak ?

A.    Apa yang disebut Sastra ?
               Secara singkat dan sederhana dapatlah dikatakan bahwa sastra adalah pembayangan atau pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif kedalam bentuk-bentuk dan struktur-sruktur bahasa. Wilayah sastra meliputi kondisi insai atau manusia, yaitu kehidupan dengan segala perasaan, pikiran, dan wawasannya. Perlu di ingat dan disadari benar-benar bahwa pengalaman sastra itu selalu berdimensi ganda karena melibatkan buku dan pembaca (dalam sastra tulis) atau pencerita dan penyimak (dalam sastra lisan). Apabila sang anak mempunyai latar belakang fantasi yang baik maka dia dapat memahami kerumitan plot dan alur cerita, juga dapat mentoleransi logika ketidaklogisan cerita yang dibaca atau disimaknya, selanjutnya dia dapat berinteraksi dengan buku sastra serta dengan demikian dia mengalami sastra.
               Kata-kata dan gambar-gambar mempunyai fungsi yang sangat penting dalam sastra anak-anak. Simbol-simbol atau lambang-lambang tersebut menghasilkan atau membuahkan penglaman estetik bagi anak-anak. Lambang-lambang tesebut menolong para pembaca atau penikmatnya untuk mersakan pola-pola, hubungan-hubungan, perasaan-perasaan yang membuahkan penglaman seni yang mendalam. Pengalaman estetik ini mungkinsaja merupakan suatu rekontruksi yang hidup mengenai pengalaman masa lalu, suatu perluasan pengalaman, atau suatu kreasi suatu pengalaman baru. Dengan perkataan lain penglaman estetik ini mencakupi tiga kala, yaitu: kala tadi, kala kini, dan kala nanti.
               Selanjutnya dapat pula kita katakan bahwa ”sastra menerangi serta memperjelas kondisi insani dengan cara membayangkan atau melukiskan wawasan-wawasan kita. Perlu kita akui dengan jujur, setelah selesai membaca suatu karya sastra, biasanya kita memberikan suatu tanggapan atau responsi terhadapnya. Anehnya, sering pula tanggapan atau respon ini ”terasa ada, terkatakan ada” (ada terasa, tetapi tiada terkatakan). Adakalanya kita beresponsi terhadap sastra yang kita baca, dengan mengatakan: ”oya, beginilah cara saya selalu merasakannya.” ucapan kita ini memberi indikasi bahwa cara merasakan/menikmati seperti ini sudah berulang kita lakukan dan bukan yang pertama kali, tapi minimal buat kedua kalinya. Oleh karena itu, di sebut second-rate literature (”sastra penilaian-kedua”).
               Biasanya, second-rate literature ini di bedakan atau dipertentangkan dengan first-rate literature (sastra penilaian-pertama). Sastra penilaian-pertama ini menyebabkan seseorang berkata: ”sampai sekarang, saya tidak mengetahui bagaimana cara saya mersakan. Syukur dan terimakasih pada pengalaman ini, saya takkan pernah merasakannya lagi dengan cara yang sama”. (Auden, 1956 : 307).
               Sastra adalah bagian dari budaya dan kehidupan kita sebagai manusia. Oleh karena itu, tidak usah kita heran kalau masalah kesekalian dan keselaluan tidak hanya berlaku bagi satra, tetapi juga dalam kehidupan manusia. Ada hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang hanya sekali kita alami dalam kehidupan ini, tetapi ada pula hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang selalu atau berulang-berulang kita alami. Contohnya begitu banyak yang bersifat umum, ada juga yang bersifat individual.
               Karya tulis yang baik, atau penggunaan bahasa yang efektif mengenai sesuatu topik mungkin saja membuahkan pengalaman-pengalaman estetik. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional. Hal itu akan menyebabkan sang pembacanya akan merasakan/menghayati para tokoh, aneka konflik, berbagai unsur dalam suatu latar, dan masalah-masalah kesemestaan umat manusia; juga akan dapat membantu pembaca mengalami kesenangan dari keindahan, keajaiban kelucuan atau keputusan dari kesedihdukaan, ketidakadilan, dan kekurang ajaran.
               Dia akan di tantang memimpikan berbagai mimpi, merenungkan, dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri. (Huck, Hepler & Hickman 1987 : 4).
B.     Apa yang dimaksud dengan Sastra Anak-anak
               Suatu kenyataan bahwa garis batas yang nyata antara satra anak-anak dan sastra orang dewasa sangat kabur dan samar-samar. Memang dapat saja di katakan bahwa buku anak-anak adalah buku bacaan bagi anak-anak dan buku orang dewasa adalah buku yang isinya menarik perhatian orang dewasa. Akan tetapi, sering juga buku anak-anak sangat menarik perhatian orang dewasa, barang kali ini terjadi karena orang dewasa pernah menjadi anak-anak. Buku anak-anak biasanya mencerminkan masalah-masalah masa kini. Hal-hal yang di baca oleh anak-anak dalam koran, yang di tontonnya di layar televisi dan di bioskop cenderung pada masalah-masalah masa kini. Bahkan yang di alaminya di rumah pun adalah situasi masa kini. Karena kehidupannya yang berfokus pada masa kini, maka masih agak sukar baginya membayangkan masa lalu dan masa depan. Nostalgianya belum banyak, masa depannya belum terbayang dengan jelas. Masa lalunya baru terbatas  pada kemarin belum sampai pada dahulu; masa depannya baru sampai pada besok belum sampai pada kelak.
                    Mengingat hal-hal yang telah kita utarakan tadi, tidak usah kita heran bahwa isi sastra anak-anak diwarnai oleh pengalaman dan pemahaman anak-anak. Responsi-responsi emosional dan psiklogis seakan-akan berasa diluar wilayah masa kanak-kanak. Sebagai misal, perasaan nostalgia merupakan emosi orang dewasa; perasaan seperti ini masih asing bagi anak-anak ya maklumlah, usia mereka baru seumur jagung bila dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-anak jarang sekali menoleh ke belakang pada masa anak-anak, tetapi selalu menatap ke depan. Anak-anak tidak memuja-muja masa lalu atau masa anak-anak mereka; anak-anak terlalu sibuk dengan kehidupan masa kini mereka.
                    Buku anak-anak adalah buku yang menempatkan mata anak-anak sebagai pengamat utama, mata anak anak sebagai fokusnya. Dengan beranalogikan hal ini maka dapatlah kita katakan bahwa sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak through the eyes of a child. Hal inilah yang sering menjadi kendala bagi para pengajar dan penulis sastra anak-anak karena mereka kurang menyimak himbauan imajinatif anak-anak. ”Kami membutuhkan sastra yang mencerminkan pengalaman dan perasaan kami, yang berfokus pada diri kami, yang dapat kami lihat dengan jelas dengan mata kami pada masa kini”. Pelik dan menarik bila disimak baik-baik bukan ?


1.2  Nilai Sastra Bagi  Anak-anak
               Bergaul dengan sastra, anak-anak memperoleh berbagai manfaat nilai buat dirinya sendiri. Dengan perkataan lain, sastra dapat memberi nilai intrinsik atau ekstrinsik values bagi anak-anak.
               Pertama-tama dan yang paling utama ialah bahwa sastra memberi kesenangan, kegembiraan, kenikmatan kepada anak-anak. Nilai seperti ini akan tercapai apabila sastra dapat memperluas cakrawala anak-anak dengan cara menyajikan pengalaman-pengalaman baru dan wawasan-wawasan baru. Oleh karena itu, anak-anak perlu menemukan kegembiraan dalam buku-buku sebelum mereka dituntut menguasai keterampilan membaca. Dengan demikian maka mereka selalu rindu, selalu ingin membaca buku/karya sastra baru. Kian banyak mereka baca, kian banyak pula kegembiraan yang diperoleh dan dialaminya. Sadar akan hal ini maka kita sebagai orang tua maupun sebagai guru wajib memberi mereka kesempatan yang banyak untuk membaca demi kesenangan. Khusus kepada para guru disarankan agar :
a.    Anak-anak didik mereka di beri kesempatan membaca buku setiap hari.
b.   Mengetahui serta memahami minat anak-anak didik mereka dan membantu mereka untuk menemikan buku-buku yang sesuai dengan minat tersebut.
c.    Memberi informasi pada anak-anak didik mereka mengenai buku-buku serta memberi kesempatan untuk membicarakannya dengan sesama teman atau dengan guru (Roettger 1978).
               Kedua, sastra dapat mengembangan imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara. Karya sastra yang baik dapat mengungkapkan serta membangkitkan dan keingin tahuan sang anak sama seperti yang di timbulkan oleh senilainya. Sastra dapat menolong sang anak mengenal berbagai gagasan yang belim pernah di pikirkan sebelumnya.
               Ketiga, sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah di alami sendiri oleh sang anak. Perspektif-perspektif atau pandangan-pandangan baru akan di turunkan sebaik yang sang anak memperoleh serta memiliki pengalaman aneh seperti itu melalui sastra. Tulisan yang baik dapat membawa atau mentransfortasikan sang pembacanya ke tempat-tempat yang lain, ke masa-masa lain serta memperluas dan mengembangkan cakrawala. Sastra menyediakan serta memberikan berbagai pengalaman aneh mengenai petualangan, rangsangn, dan perjuangan melawan unsur-unsur tersebut atu rintangan-rintangan lainnya.
               Keempat, sastra dapat mengembangkan wawasan sang anak menjadi prilaku insani. Sastra merefleksikan kehidupan tetapi pada kenyataannya tiada buku yang dapat memuat segala segi kehidupan sekaligus. Dengan kekayaannya yang tersusunrapi sastra mempunyaidaya yang ampuh dan unggul untuk membayangkan serta memberinya bentuk yang indah danmemberi koherensi atau hubungan yang serasi kepada pengalaman insani. Melalui upaya banyak membaca maka sang anak memperoleh berbagai persepsi pribadi sendiri mengenai sastra dan kehidupan. Dengan demikian wawasan yang dimiliki sang anak menjelma menjadi perilaku insani atau human behavior yang abstraktelah berubah menjadi konkret.
               Kelima, sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan dan pengalaman atau universalia pengalaman kepada sang anak. Sastra terus menerus mengemukakan masalah-masalah universal mengenai makna khidupan dan hubungan-hubungan manusia dengan alam dan dengan orang lain. Sastra membantu anak-anak ke arah pemahaman yang lebih luas mengenai ikatan-ikatan, hubungan-hubungan manusia atau huamnitas yang umum dan wajar.
               Keenam, sastra merupakan sumber utama bagi penerusan atau penyebaran warisan sastra kita dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sastra memerankan/memainkan peranan penting dalam pemahaman dan penilaian warisan budaya manusia. Pengembangan sikap-sikap positif anak-anak ke arah budaya kita sendiri dan budaya bangsa lain sangat penting bagi perkembangan sosial dan pribadi anak. Sastra yang dipilih secara cermat buat santapan anak-anak kita dapat mengilustrasikan berbagai sumbangan dan berbagai nilai dalam berbagai budaya yang ditemukan dalam dunia anak-anak. Hal ini terutama sekali bersifat kritis atau penting dalam membantu perkembangan/pengembangan apresiasi terhadap warisan etnik kelompok-kelompok minoritas. Suatu konsep diri yang positif tidak akan mumgkin terbentuk kalau kita tidak menghargai milik orang lain seperti menghargai milik sendiri. Sastra dapat memberi sumbangan berharga terhadap pemahaman ini pada anak-anak dan juga orang dewasa (Norton 1988 : 5).
               Demikianlah telah kita kemukakan beberapa butir nilai intrinsik sastra bagi anak-anak. Agar kita memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai butir-butir nilai sastra bagi anak-anak. Disamping nilai instrinsik terdapat pula nilai ekstrinsik atau nilai  pendidikan yang dapat diberikan oleh sastra bagi anak-anak. Perlu kita sadari bahwa batas antara nilai intrinsik dan nilai ektrinsik tidak dapat ditarik secara tegas. Kadang-kadang kedua nilai ini bertumpang tindih, serentak terjadi dialami atau diperoleh oleh anak-anak. Keduanya dapat diibaratkan dengan dua sisi pada satu mata uang, yang sebenarnya berpisah tetapi merupakan satu kesatuan.
1.3  Nilai Sastra bagi Pendidikan Anak-anak
Kita mengetahui bahwa anak-anak hidup dalam masa perkembangan yang pesat, terutama perkembangan fisik dan perkembangan mental. Perkembangan ini seyogianya diperhatikan dan dibimbing oleh orang tua dan para guru. Sastra dapat memberikan nilai-nilai tinggi bagi proses perkembangan pendidikan anak-anak. Dengan perkataan lain, melalui perkembangannya dengan sastra akan dipromosikan paling sedikit empat aspek perkembangan pada diri anak-anak.  
Perkembangan bahasa. Pergaulan anak-anak dengan ssatra, lisan maupun tulisan, jelas mempunyai dampak positif terhadap perkembangan bahasa mereka. Dengan menyimak atau membaca karya sastra maka secara sadar atau tidak sadar pemerolehan bahasa mereka kian meningkat. Bertambahnya kosa kota maka meningkat pula keterampilan berbahasa anak-anak. Dengan demikian jelas bahwa sastra berfungsi untuk menunjang perkenbangan bahsa anak-anak.
Perkembangan Kognitif. Pengalaman-pengalaman sastra merupakan salah satu sarana untuk merangsang serta menunjang perkembangan kognitif atau penalaran anak-anak. Bahasa berhubungan erat dengan penalaran dan pikiran anak-anak. Kian terampil anak-anak berbahasa, kian sistematis pula cara mereka berfikir. Kognisi atau penalaran mengacu pada berbagai proses, antara lain dalam: (1) persepsi, (2) ingatan, (3) pertimbangan, (4) refleksi, dan (5) wawasan (Mussen,Conger & Kagan 1979 : 234-5). Bahkan seorang pakar wanita yang dengan tegas menyarankan serta menganjurkan pada guru untuk ”Berupaya keras pada setiap kesempatan untuk mengembangkan kemampuan anak-anak menangani oprasi-oprasi dasar yang berkaitan dengan berfikir; dan oprasi-oprasi yang dapat dikembangkan melalui media sastra, antara lain: mengamati membandingkan, mengklasifikasikan, menghipotesiskan, mengorganisasikan, merangkum, menerapkan, dan mengkritik” (Strick-land 1977-55).
Perkembangan Kepribadian. Kepribadian seorang anak akan jelas terlihat pada saat mencoba memperoleh kemampuan untuk mengekspresikan emosinya, mengekspresikan empatinya terhadap orang lain, dan mengembangkan persaannya mengenai harga diri dan jati-dirinya. Sastra mempunyai peranan penting dalam perkembangan kepribadian sang anak. Tokoh-tokoh dalam karya sastra secara tidak sadar telah mendorong dan mengajari anak-anak mengendalikan berbagai emosi, misalnya benci, cemas, hawatir, takut, bangga, angkuh, sombong, dan lain-lain. Bahkan untuk menolong anak-anak untuk menghilangkan ”stress” telah di pergunakan apa yang di sebut bibliotherapy, yaitu suatu interaksi antara pembca dan sastra, ternyata hasilnya memuaskan pula.
Perkembangan Sosial. Manusia adlah mahluk sosial, hidup masyarakat. Untuk menjadi anggota masyarakat, maka kita pun mengalami proses sosialisasi. Begitu pula ank-anak yang sedang bertumbuh yang berada pada masa perkembangan. Istilah sosialisasi mengacu pada suatu proses yang di gunakan oleh anak-anak untuk memperoleh perilaku, norma-norma, dan motifasi-motifasi yang selalu di pantau serta di nilai oleh keluarga-kelurga mereka dan kelompok budaya mereka..
Memahami proses-proses yang mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak merupakan hal yang penting bagi setiap orang yang bekerja dengan anak-anak. Ada tiga proses yang sangat berproses yang sangat berpengaruh terhadap sosialisasi dalam dunia anak-anak. Yang pertama adalah proses hadiah dan hukuman. Orang tua atau orang dewasa lainnya menberi hadiah atas perilaku yang baik dan memberi hukuman atas perilaku yang tidak baik. Pada masa anak-anak juga belajar tentang perilaku yang berterima dalam budaya. Yang ketiga adalah proses identifikasi. Proses pengalaman ini merupakan yang paling penting bagi sosilisasi. Identifikasi ini menuntut ikatan-ikatan emosional dengan model-model yang ada. Anak-anak ingin sekali agar pikiran, perasaan dan sifat-sifat mereka menjadi sama dengan model yang disukai.
Anak-anak hidup dalam masa perkembangan, baik fisik maupun mental. Orang tua dan guru wajib membimbing perkembangan anak-anak ke arah yang positif agar mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna dalam kehidupan. Salah satu sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah sastra yang sesuai dengan perkembangan anak-anak. Banyak manfaat dan nilai yang dapat diberiakan oleh sastra bagi perkembangan anak-anak. Dari segi perkembangan, sastra anak-anak menunjang perkembanagan bahasa kognitif, personalitas dan sosial anak-anak.
Pemanfaatan nilai-nilai sastra yang diberikan kepada anak-anak kita akan tergantung pula pada keterampilan membaca dan menulis yang mereka miliki dalam suatu bahasa. Minimal anak-anak harus memiliki functional literacy yang wajar. Istilah functional literacy ini mengacu pada kemampuan yang menggunakan keterampilan membaca dan menulis secukupnya bagi maksud-maksud dan kegiatan-kegiatan yang biasanya menuntut literasi dalam dalam kehidupan orang dewasa atau didalam posisi sosial seseorang (Richard, Platt & Weber 1987 : 168)
Pada masa pra sekolah(usia2-5) anak-anak dapat mengapresiasi sastra lisan dengan modal keterampilan memyimak dan berbicara ,karena mereka belum terampil membaca dan menulis.Maklumlah pada massa dan usia tersebut mereka madih berada pada taraf functional illeteracyanak-anak kita.Itulahsebabnya maka kita sering kita dengar ungkapan yang mengatakan bahwa keterampilan membaca dan menulis itu merupakan pintu gerbang memasuki dunia luas.Dan sebaliknya ialah ”Peoplewho are functionally illiterate are illiterate for allpratical purposes;they mhay be able to write their names and read simple signs ,but they can do little else ”(Hillerich 1978).
Dengan modal functional literacy maka perolehan bahasa dan pemerolehan sastra anak-anak kian meningkat dan berkembang.Dengan demikian dapat diharapkan, tentunya dengan bimbingan orang tua dan para guru di sekolah, anak-anak akan terampil berbahasa dan terampil bersastra, yang selanjutnya mengakibatkan mereka terampil berpikir,terampil berpribadi, dan terampil berpikir, dan terampil bermasyarakat.
Jelaslah kini kepada kita betapa besar dan tingginya fungsi serta nilai sastra bagi anak-anak untuk menunjang perkembangan  mereka . Semoga hal ini membuka mata dan perhatian para guru sehingga dapat menghargai sastra dan meningkatkan mutu pengajaran sastra di sekolah, yang selama ini kurang mendapat perhatian, sehingga masyarakat pencipta sastra mengeluh dan beranggapan bahwa sastra dan pengajaran sastra dianaktirikan. Anggapan yangnegatif ini harus diubah menjadi citra yang positif oleh para guru demi kepentingan anak-anak didik kita semua.
Psikosastra atau psikologi sastra adalah suatu telaah mengenai sastra anak-anak berdasarkan fungsi dan nilainya dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa, perkembangan berpikir/bernalar, perkembangan kepribadian dan perkembangan sosial anak-anak, beserta ciri dan implikasinya dalam pengajaran sastra.


 
BAB III
DATA DAN ANALISIS DATA
3.1.      Data Cerpen
Data cerpen terdiri dari deskripsi pengarang dan cerpen.
3.1.1    Deskripsi Pengarang
                        Dewi Lestari Dutadi lahir di Surabaya, 14 September 1967. Ibu satu anak ini sangat   antusias dalam dunia perkembangan akhlak anak, yang menurutnya harus dipupuk sejak dini. Bagi Dewi, anak harus dipersiapkan sebagai penerus bangsa yang mempunyai daya saing tinggi dalam menghadapi arus globalisasi, dengan berlandaskan pada akhlak yang luhur.
                        Ibu yang sehari-hari bekerja sebagai Executive Secretary di sebuah perusahaan milik BUMN ini sangat menyukai dunia tulis-menulis, terutama topik dunia anak. Tahun 1990 ia pernah menjadi pemenang harapan pada lomba mengarang wanita bekerja yang diselenggarakan oleh Majalah Femina bekerja sama dengan Vaseline.
                        Saat ini, Dewi tinggal di Bintaro. Penulis bisa dihubungi via email : dadkompak@gmail.com.
3.1.2    Cerpen Indahnya Kasih Sayang
INDAHNYA KASIH SAYANG
                        Guratan keriput wajah sang ayah Nampak  terlihat jelas. Kondisinya nampak lelah setelah seharian menarik becak dijalanan, kondisi itu seakan tidak mampu menundukkan kerasnya hati Icha untuk meminta dibelikan boneka Barbie yang sangat diidam-idamkan sejak dia duduk dikelas satu. Ibu Icha adalah seorang penyandang tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat, yang hasilnya juga tidak seberapa.
                        “Icha, boneka Barbie itu kan harganya mahal Nak, Bapak dan Ibumu tidak punya cukup uang untuk membelinya, kita harus menabung dulu, “ ujar Ibu sambil mengelus punggung Icha dengan lembut.
                        “Menabung dulu, berapa lama , Bu ?! Pokoknya aku tak mau tahu, besok aku harus sudah punya. Semua teman-teman dikelasku sudah punya boneka Barbie itu, kecuali aku!”suara Icha terdengar tinggi meninggalkan ibunya yang sedang sibuk menyiapakan makan malam di dapur sambil membanting daun pintu kamar yang engselnya sudah aus.
                        Keeseokan harinya, Icha tidak mau masuk sekolah dengan alasan malu dengan teman-teman, karena hanya dia yang belum punya boneka Barbie. Bapak dan Ibu sudah membujuknya berkali-kali, namun usaha itu sia-sia saja. Pokoknya Icha tidak mau masuk sekolah, sebelum memiliki Boneka Barbie yang dia mau. Seharian dia tidak mau sarapan dan makan siang, bahkan hanya keluar kamar bila ingin ke toilet saja.
                        Menjelang sore, dia tertidur karena menahan lapar dan marah. Tanpa sengaja, terdengar sayup-sayup suara orang sedang mengobrol dengan ibunya. Sepertinya, dia sangat mengenali suara itu. Ah, tidak salah lagi itukan suara Guru Wanti, wali kelas tiga, wali kelasnya. Ibu Wanti selain cantik juga berhati lembut dan sabar. Ibu Wanti selalu member perhatian lebih kepada murid yang kurang mampu. Tapi ada apa ya, kok tumben baru satu hari saja tidak masuk, Ibu Wanti sudah mendatangi rumahnya yang mulai using catnya.
                        Setelah dirinya yakin bahwa itu suara Ibu Wanti, Ibu memberanikan diri untuk menemuinya. Setelah bincang-bincang, Ibu Wanti menyampaikan bahwa dirinya ingin memberikan boneka miliknya sewaktu kecil yang sudah lama disimpannya, yang rencananya akan diberikan kepada putrinya. Namun, karena keduanya putra, maka dia sudah tidak perlu lagi menyimpannya.
                        “Kok, Bu Guru tahu, kalau Icha sangat menginginkan boneka?” Tanya Icha. “Teman-teman ayang bilang begitu dan mereka sedbetulnya sedang mengumpulkan uang untuk membelikan boneka, namun masih kurang, karena kerbetulan ibu punya, ya ibu berikan saja, anggap saja ini kado ulang tahun dari ibu,” kata Ibu Wanti sambil mengucapkan selamat ulang tahun.
            Icha sendiri sampai lupa, hari ini adalah hari ulang tahunnya, begitu juga sang Bapak dan Ibu. Karena sibuknya mereka mencari nafkah,sampai ia lupa ulang tahun anaknya. Sambil Ibu menyiapkan minuman untuk Ibu Wanti, Ibu Wanti mendekati Icha dan menyapaikan wejangannya.
                        “Ibu yakin, kamu pasti menyayangi Bapak dan Ibumu yang sudah bersusah payah membesarkan kamu, cobalah kamu berempati, bagaimana perjuangan Ayahmu, sejak matahari belum terbit sudah harus mengayuh becak. Demikian juga Ibumu, meskipun tuna netra, dia masih berusaha mencari nafkah demi membiayai sekolah kamu. Ibu guru bisa merasakan, mereka begitu menyayangi kamu, meskipun terkadang tanpa sengaja kamu menyakiti hati mereka.
                        Jangan seperti pengalaman Ibu Wanti, Nak, yang menyesal setelah orang tua  ibu meninggal dunia. Ibu dulu juga seperti kamu, anak tunggal yang disayangi. Apa ibu minta selalu dituruti, sebetulnya hal tersebut tidak baik, Karen amembuat anak menjadi tidak menghargai dan tidak memiliki jiwa perjuangan. Bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu tidak mudah dengan kata-kata saja. Sampai suatu ketika kedua orangtua ibu  mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa mereka.
                        Semenjak itu, ibu tinggal di rumah bude yang memiliki empat orang anak. Di situ, ibu banyak mendapat pelajaran bagaimana untuk mendapatkan sesuatu itu tidak mudah, bagaimana rasanya berbagi dengan sepupu ibu lainnya, dari hal kecil seperti menggunakan satu kamar mandi untuk bderlima yang tentunya perlu strategi dan kesabaran. Sampai berbagi makan supaya semuanya mendapat porsi yang adil. Awalnya sangat sulit buat ibu untuk beradaptasi, namun ibu mencoba melakukannya dengan penuh rasa kasih sayang terhadap saudara-saudara ibu, sehingga lama-kelamaan menjadi nikmat. Kini, disaat kami semua sudah dewasa, terkadang rindu terhadap masa lalu yang penuh kenangan yang menggelikan hati kami. Dengan kasih sayang kami bisa menurunkan ego, dengan kasih sayang kami belajaar keadaan, dengan kasih sayang tidak ada perbedaan, dengan kasih sayang tidak ada peperangan, dan masih banyak manfaat lainnya. Nabi Muhammad saja selalu menghadapi segala sesuatu yang pahit sekalipun dengan penuh kasih sayang dan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,” kata Bu Wanti sambil tersenyum  penuh kasih sayang.
3.2 Analisis Data
3.2.1 Analisis Cerpen Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Perkembangan Sosial Anak Prasekolah
                        Cerpen “indahnya kasih sayang” ,menceritakan seorang tokoh anak kecil yang bernama Icha, dimana ia adalah seorang anak yang hidup ditengah kaluarga yang kurang beruntung. Dia mempunyai ayah seorang penarik beca dan ibunya seorang yang tuna netra dan bekerja sebagai tukang pijat. Dalam kondisi seperti itu Icha mempunyai keinginan untuk membeli sebuah boneka Barbie. Tetapi orangtuanya tidak sanggup untuk membeli boneka Barbie tersebut karena kondisi keuangan yang tidak mencukupi. Walaupun Icha mengetahui keadaan keluarganya seperti itu, ia tetap memaksa ingin dibelikan sebuah boneka Barbie sampai-sampai ia tidak mau sekolah sebelum dibelikan boneka Barbie alasannya ia merasa malu karena hanya dia yang tidak mempunyai boneka Barbie di sekolahnya.
                        Kaitannya dengan perkembangan kepribadian, cerpen ini memberikan sebuah pelajaran bagi anak-anak dalam usia prasekolah, yaitu sebagai gambaran kehidupan yang kurang beruntung. Dan jika keadaan anak yang lebih beruntung seharusnya bisa bersyukur dan bisa hidup berbagi dengan anak-anak lain. Dan bagi anak yang keadaannya hampir serupa dengan apa yang dialami oleh icha(tokoh dalam cerpen), memberikan pelajaran bahwa seorang anak harus bersipat patuh dan taat kepada kedua orang tua, dan ketika keinginan tidak dapat terpenuhi, sepatutnyalah bisa menerima apa adanya dan mengerti keadaan orang tua.
                        Jadi, dengan cerita tersebut dapat diimplikasikan dari ciri-ciri anak usia prasekolah pada masa itu konsep diri anak-anak dpengaruhi oleh sikap-sikap dan perilaku orang-orang yang ada disekeliling mereka, mereka harus merasakan bahwa orang lainpun mempunyai kepedulian terhadap mereka, menerima mereka dan beranggapan bahwa mereka benar-benar berguna, patut dan layak. Seorang anak membutuhkan bimbingan khusus agar dapat menerima kesalahan-kesalahan yang ia ketahui dari anak seusianya tanpa mengurangi perasaan harga diri mereka.
3.2.2 Analisis Cerpen Sebagai  Upaya Peningkatan Kemampuan Perkembangan Sosial Anak Masa Sekolah
                        Berdasarkan isi cerpen diatas dapat kita lihat bahwa ciri-ciri anak masa sekolah usia 6.0-8.0 diantaranya anak-anak yang telah berusia enam tahun secara emosional tidaklah sama stabilnya dengan anak yang berusia lima tahun, mereka ini memperlihatkan ketegangan atau tensi yang lebih tinggi, mungkin saja mereka melawan atau membangkang terhadap gurunya atau orang tuanya. Hal ini terlihat dalam kutipan cerpen ini ““Menabung dulu, berapa lama , Bu ?! Pokoknya aku tak mau tahu, besok aku harus sudah punya. Semua teman-teman dikelasku sudah punya boneka Barbie itu, kecuali aku!”suara Icha terdengar tinggi meninggalkan ibunya yang sedang sibuk menyiapakan makan malam di dapur sambil membanting daun pintu kamar yang engselnya sudah aus’’. Dalam kutipan cerpen tersebut jelas terlihat bahwa pada usia tersebut anak-anak cenderung memiliki sifat egois yang tinggi, mereka bertindak sesuai dengan apa yang mereka anggap benar tanpa mempedulikan orang-orang disekitarnya.
Maka perlu diimplikasikan dengan cara bantulah anak-anak untuk menemukan cara-cara yang berterima untuk menangani/menanggulangi ketegangan-ketegangan mereka. Bacakanlah cerita-cerita yang mengilustrasikan bagaimana caranya anak-anak lain menanggulangi ketegangan-ketegangan mereka. Serta berikanlah waktu dan kesempatan yang cukup bagi mereka untuk mendemontrasikan kemandirian atau keberdikarian mereka, biar mereka memilih buku-buku dan kegiatan-kegiatan yang mereka senangi. Sediakan dan berikan buku-buku yang berisi tokoh-tokoh yang berjuang mencapai kemandirian/keberdikarian.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
            Menurut tingkat perkembangan kepribadian mereka, maka anak-anak dari berbagai usia jelas memerlukan berbagai cara bagi orangtua dan guru untuk menanggulangi peningkatan moral mereka. Cerita-cerita anak memang menyajikan berbagai tingkat kerumitan moral, orangtua dan guru seyogyanya member bimbingan kepada anak-anak untuk memahami hal tersebut. Harus dipahami benar-benar bahwa berbagai cerita tidaklah sesederhana yang kita duga, kacamata dan kata hati anak-anak haruslah digunakan untuk memandang dan merasakannya, dalam hal ini tidak selalu mudah bagi sang guru atau orangtua.
            Fabel-fabel seringkali digunakan buat keperluan anak-anak karena biasanya memang singkat, sederhana, menampilkan tokoh-tokoh binatang dan justru mengajarkan moral. Demikian pula pilihan cerita dan novel dapat member sumbangan bagi perkembangan moral anak-anak, dari yang sederhana sampai kepada yang rumit. Jelas bahwa sastra memang merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan moral anak-anak, terlebih pula bila didukung oleh bimbingan guru dan orang tua yang bijaksana yang dapat memahami anak-anak.
4.2 Saran-saran
            Penulis mengharapkan orang tua dan para guru dapat membantu anak-anak untuk memahami apa-apa yang baru bagi mereka dan bantulah mereka untuk merasakan kesenangan terhadap kemampuan mereka menaggulangi situasi-situasi yang aneh. Dorong dan tingkatkanlah kegiatan-kegiatan sastra yang memberi peluang bagi anak-anak mengadakan kerja sama.


DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Guntur Henry. 1995. Dasar-Dasar Psikosastra. Bandung : Angkasa
Dutadi, Dewi Lestari. 2010. Kumpulan Cerpen dan Dongeng Islami. Jakarta : PT. Dian Rakyat

1 comment: