BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Dalam
bidang perkembangan anak, istilah sosialisasi mengacu kepada proses yang
dialami oleh anak-anak untuk memperoleh perilaku, keyakinan, norma dan yang
dinilai oleh dan bernilai bagi keluarga mereka dan kelompok budaya mereka.
Sosialisasi dikatakan terjadi apabila anak-anak mempelajari cara-cara kelompok
mereka sehingga mereka dapat berfungsi secara berterima didalamnya. Mereka
harus belajar menggunakan control/pengawasan terhadap perilaku yang bersifat
menantang bermusuhan kalau mereka ingin mempunyai hubungan-hubungan yang
berterima dengan para anggota keluarga, teman-teman dan masyarakat yang lebih
luas.
Sosialisasi
merupakan bagian penting dari perkembangan anak. Mengerti serta memahami
proses-proses yang mempengaruhi perkembangan social sangat penting bagi setiap
orang yang bekerja dengan anak-anak.
Salah
satu cara untuk meningkatkan perkembangan social anak yaitu dengan pembelajaran
sastra, dalam hal ini misalnya dengan sebuah cerita pendek (cerpen).
Cerita-cerita anak memberikan pelajaran dalam bentuk hikmah dari kehidupan
sehari-hari yang sangat mungkin terjadi disekitar anak-anak kita. Cerita cerita
ini juga dapat memberi inspirasi kepada kita bagaimana cara menanamkan tata
nilai dan budi pekerti kepada anak-anak kita tanpa dirasa menggurui mereka.
1.2
Tujuan
Penulisan
Saya
menyusun makalah ini bertujuan untuk menganalisis cerpen Indahnnya Kasih Sayang
dalam kumpulan cerpen Lumba-lumba, Hiu dan Paus sebagai upaya peningkatan
kemampuan peningkatan kepribadian anak dalam pembelajaran sastra.
1.3
Pokok
Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan,
diantaranya :
1. Bagaimana
menganalisis cerpen sebagai upaya peningkatan kemampuan perkembangan
kepribadian anak prasekolah ?
2. Bagaimana
menganalisis cerpen sebagai upaya peningkatan kemamapuan perkembangan
kepribadian anak masa sekolah ?
BAB
II
HAKIKAT
SASTRA
1.1 Hakikat Sastra
Anak-anak
Apabila
kita ingin membicarakan hakikat sastra anak-anak maka pada dasarnya ada dua
pertanyaan yang perlu dipertimbangkan atau dijawab, yaitu :
a.
Apa yang disebut sastra
?
b.
Sastra yang bagaimana
yang sesuai bagi anak-anak ?
A. Apa yang disebut Sastra
?
Secara singkat dan sederhana dapatlah dikatakan bahwa
sastra adalah pembayangan atau pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif
kedalam bentuk-bentuk dan struktur-sruktur bahasa. Wilayah sastra meliputi
kondisi insai atau manusia, yaitu kehidupan dengan segala perasaan, pikiran,
dan wawasannya. Perlu di ingat dan disadari benar-benar bahwa pengalaman sastra
itu selalu berdimensi ganda karena melibatkan buku dan pembaca (dalam sastra
tulis) atau pencerita dan penyimak (dalam sastra lisan). Apabila sang anak mempunyai
latar belakang fantasi yang baik maka dia dapat memahami kerumitan plot dan
alur cerita, juga dapat mentoleransi logika ketidaklogisan cerita yang dibaca
atau disimaknya, selanjutnya dia dapat berinteraksi dengan buku sastra serta
dengan demikian dia mengalami sastra.
Kata-kata dan
gambar-gambar mempunyai fungsi yang sangat penting dalam sastra anak-anak.
Simbol-simbol atau lambang-lambang tersebut menghasilkan atau membuahkan
penglaman estetik bagi anak-anak. Lambang-lambang tesebut menolong para pembaca
atau penikmatnya untuk mersakan pola-pola, hubungan-hubungan, perasaan-perasaan
yang membuahkan penglaman seni yang mendalam. Pengalaman estetik ini
mungkinsaja merupakan suatu rekontruksi yang hidup mengenai pengalaman masa
lalu, suatu perluasan pengalaman, atau suatu kreasi suatu pengalaman baru. Dengan perkataan lain
penglaman estetik ini mencakupi tiga kala, yaitu: kala tadi, kala kini, dan
kala nanti.
Selanjutnya dapat pula
kita katakan bahwa ”sastra menerangi serta memperjelas kondisi insani dengan
cara membayangkan atau melukiskan wawasan-wawasan kita. Perlu kita akui dengan
jujur, setelah selesai membaca suatu karya sastra, biasanya kita memberikan
suatu tanggapan atau responsi terhadapnya. Anehnya, sering pula tanggapan atau
respon ini ”terasa ada, terkatakan ada” (ada terasa, tetapi tiada terkatakan).
Adakalanya kita beresponsi terhadap sastra yang kita baca, dengan mengatakan:
”oya, beginilah cara saya selalu merasakannya.” ucapan kita ini memberi
indikasi bahwa cara merasakan/menikmati seperti ini sudah berulang kita lakukan
dan bukan yang pertama kali, tapi minimal buat kedua kalinya. Oleh karena itu,
di sebut second-rate literature (”sastra penilaian-kedua”).
Biasanya, second-rate
literature ini di bedakan atau dipertentangkan dengan first-rate literature
(sastra penilaian-pertama). Sastra penilaian-pertama ini menyebabkan seseorang
berkata: ”sampai sekarang, saya tidak mengetahui bagaimana cara saya mersakan. Syukur dan terimakasih
pada pengalaman ini, saya takkan pernah merasakannya lagi dengan cara yang
sama”. (Auden, 1956 : 307).
Sastra adalah bagian dari
budaya dan kehidupan kita sebagai manusia. Oleh karena itu, tidak usah kita
heran kalau masalah kesekalian dan keselaluan tidak hanya berlaku bagi satra,
tetapi juga dalam kehidupan manusia. Ada hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang
hanya sekali kita alami dalam kehidupan ini, tetapi ada pula hal-hal atau
peristiwa-peristiwa yang selalu atau berulang-berulang kita alami. Contohnya
begitu banyak yang bersifat umum, ada juga yang bersifat individual.
Karya tulis yang baik, atau penggunaan bahasa
yang efektif mengenai sesuatu topik mungkin saja membuahkan
pengalaman-pengalaman estetik. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat
menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional. Hal itu akan menyebabkan
sang pembacanya akan merasakan/menghayati para tokoh, aneka konflik, berbagai
unsur dalam suatu latar, dan masalah-masalah kesemestaan umat manusia; juga
akan dapat membantu pembaca mengalami kesenangan dari keindahan, keajaiban
kelucuan atau keputusan dari kesedihdukaan, ketidakadilan, dan kekurang ajaran.
Dia akan di tantang
memimpikan berbagai mimpi, merenungkan, dan mengemukakan berbagai masalah
mengenai dirinya sendiri. (Huck, Hepler & Hickman 1987 : 4).
B. Apa yang dimaksud
dengan Sastra Anak-anak
Suatu kenyataan bahwa
garis batas yang nyata antara satra anak-anak dan sastra orang dewasa sangat
kabur dan samar-samar. Memang dapat saja di katakan bahwa buku anak-anak adalah
buku bacaan bagi anak-anak dan buku orang dewasa adalah buku yang isinya menarik
perhatian orang dewasa. Akan tetapi, sering juga buku anak-anak sangat menarik
perhatian orang dewasa, barang kali ini terjadi karena orang dewasa pernah
menjadi anak-anak. Buku anak-anak biasanya mencerminkan masalah-masalah masa
kini. Hal-hal yang di baca oleh anak-anak dalam koran, yang di tontonnya di
layar televisi dan di bioskop cenderung pada masalah-masalah masa kini. Bahkan yang di alaminya
di rumah pun adalah situasi masa kini. Karena kehidupannya yang berfokus pada
masa kini, maka masih agak sukar baginya membayangkan masa lalu dan masa depan.
Nostalgianya belum banyak, masa depannya belum terbayang dengan jelas. Masa
lalunya baru terbatas pada kemarin belum
sampai pada dahulu; masa depannya baru sampai pada besok belum sampai pada
kelak.
Mengingat hal-hal yang
telah kita utarakan tadi, tidak usah kita heran bahwa isi sastra anak-anak
diwarnai oleh pengalaman dan pemahaman anak-anak. Responsi-responsi emosional
dan psiklogis seakan-akan berasa diluar wilayah masa kanak-kanak. Sebagai misal,
perasaan nostalgia merupakan emosi orang dewasa; perasaan seperti ini masih
asing bagi anak-anak ya maklumlah, usia mereka baru seumur jagung bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Anak-anak jarang sekali menoleh ke belakang
pada masa anak-anak, tetapi selalu menatap ke depan. Anak-anak tidak
memuja-muja masa lalu atau masa anak-anak mereka; anak-anak terlalu sibuk
dengan kehidupan masa kini mereka.
Buku anak-anak adalah
buku yang menempatkan mata anak-anak sebagai pengamat utama, mata anak anak
sebagai fokusnya. Dengan beranalogikan hal ini maka dapatlah kita katakan bahwa
sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman
anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak through the eyes of a child. Hal inilah
yang sering menjadi kendala bagi para pengajar dan penulis sastra anak-anak
karena mereka kurang menyimak himbauan imajinatif anak-anak. ”Kami membutuhkan
sastra yang mencerminkan pengalaman dan perasaan kami, yang berfokus pada diri
kami, yang dapat kami lihat dengan jelas dengan mata kami pada masa kini”. Pelik dan menarik bila disimak baik-baik bukan ?
1.2 Nilai Sastra Bagi Anak-anak
Bergaul dengan sastra,
anak-anak memperoleh berbagai manfaat nilai buat dirinya sendiri. Dengan
perkataan lain, sastra dapat memberi nilai intrinsik atau ekstrinsik values
bagi anak-anak.
Pertama-tama dan yang paling utama ialah bahwa
sastra memberi kesenangan, kegembiraan, kenikmatan kepada anak-anak. Nilai
seperti ini akan tercapai apabila sastra dapat memperluas cakrawala anak-anak
dengan cara menyajikan pengalaman-pengalaman baru dan wawasan-wawasan baru.
Oleh karena itu, anak-anak perlu menemukan kegembiraan dalam buku-buku sebelum
mereka dituntut menguasai keterampilan membaca. Dengan demikian maka mereka selalu
rindu, selalu ingin membaca buku/karya sastra baru. Kian banyak mereka baca,
kian banyak pula kegembiraan yang diperoleh dan dialaminya. Sadar akan hal ini
maka kita sebagai orang tua maupun sebagai guru wajib memberi mereka kesempatan
yang banyak untuk membaca demi kesenangan. Khusus kepada para guru
disarankan agar :
a.
Anak-anak didik mereka di beri kesempatan membaca
buku setiap hari.
b.
Mengetahui serta memahami minat anak-anak didik
mereka dan membantu mereka untuk menemikan buku-buku yang sesuai dengan minat
tersebut.
c.
Memberi informasi pada anak-anak didik mereka
mengenai buku-buku serta memberi kesempatan untuk membicarakannya dengan sesama
teman atau dengan guru (Roettger 1978).
Kedua, sastra dapat
mengembangan imajinasi anak-anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan
memikirkan alam, insan pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara. Karya
sastra yang baik dapat mengungkapkan serta membangkitkan dan keingin tahuan
sang anak sama seperti yang di timbulkan oleh senilainya. Sastra dapat menolong
sang anak mengenal berbagai gagasan yang belim pernah di pikirkan sebelumnya.
Ketiga, sastra dapat
memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah di alami sendiri oleh
sang anak. Perspektif-perspektif atau pandangan-pandangan baru akan di turunkan
sebaik yang sang anak memperoleh serta memiliki pengalaman aneh seperti itu
melalui sastra. Tulisan yang baik dapat membawa atau mentransfortasikan sang
pembacanya ke tempat-tempat yang lain, ke masa-masa lain serta memperluas dan
mengembangkan cakrawala. Sastra menyediakan serta memberikan berbagai
pengalaman aneh mengenai petualangan, rangsangn, dan perjuangan melawan
unsur-unsur tersebut atu rintangan-rintangan lainnya.
Keempat, sastra dapat
mengembangkan wawasan sang anak menjadi prilaku insani. Sastra merefleksikan
kehidupan tetapi pada kenyataannya tiada buku yang dapat memuat segala segi
kehidupan sekaligus. Dengan kekayaannya yang tersusunrapi sastra mempunyaidaya
yang ampuh dan unggul untuk membayangkan serta memberinya bentuk yang indah danmemberi
koherensi atau hubungan yang serasi kepada pengalaman insani. Melalui upaya
banyak membaca maka sang anak memperoleh berbagai persepsi pribadi sendiri
mengenai sastra dan kehidupan. Dengan demikian wawasan yang dimiliki sang anak
menjelma menjadi perilaku insani atau human behavior yang abstraktelah berubah
menjadi konkret.
Kelima, sastra dapat
menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan dan pengalaman atau universalia
pengalaman kepada sang anak. Sastra terus menerus mengemukakan masalah-masalah
universal mengenai makna khidupan dan hubungan-hubungan manusia dengan alam dan
dengan orang lain. Sastra membantu anak-anak ke arah pemahaman yang lebih luas
mengenai ikatan-ikatan, hubungan-hubungan manusia atau huamnitas yang umum dan
wajar.
Keenam, sastra merupakan
sumber utama bagi penerusan atau penyebaran warisan sastra kita dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Sastra memerankan/memainkan peranan penting
dalam pemahaman dan penilaian warisan budaya manusia. Pengembangan sikap-sikap
positif anak-anak ke arah budaya kita sendiri dan budaya bangsa lain sangat
penting bagi perkembangan sosial dan pribadi anak. Sastra yang dipilih secara
cermat buat santapan anak-anak kita dapat mengilustrasikan berbagai sumbangan
dan berbagai nilai dalam berbagai budaya yang ditemukan dalam dunia anak-anak.
Hal ini terutama sekali bersifat kritis atau penting dalam membantu
perkembangan/pengembangan apresiasi terhadap warisan etnik kelompok-kelompok
minoritas. Suatu konsep diri yang positif tidak akan mumgkin terbentuk kalau
kita tidak menghargai milik orang lain seperti menghargai milik sendiri. Sastra
dapat memberi sumbangan berharga terhadap pemahaman ini pada anak-anak dan juga
orang dewasa (Norton 1988 : 5).
Demikianlah telah kita
kemukakan beberapa butir nilai intrinsik sastra bagi anak-anak. Agar kita
memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai butir-butir nilai
sastra bagi anak-anak. Disamping nilai instrinsik terdapat pula nilai
ekstrinsik atau nilai pendidikan yang
dapat diberikan oleh sastra bagi anak-anak. Perlu kita sadari bahwa batas
antara nilai intrinsik dan nilai ektrinsik tidak dapat ditarik secara tegas.
Kadang-kadang kedua nilai ini bertumpang tindih, serentak terjadi dialami atau
diperoleh oleh anak-anak. Keduanya dapat diibaratkan dengan dua sisi pada satu
mata uang, yang sebenarnya berpisah tetapi merupakan satu kesatuan.
1.3 Nilai Sastra bagi
Pendidikan Anak-anak
Kita mengetahui bahwa anak-anak hidup dalam masa
perkembangan yang pesat, terutama perkembangan fisik dan perkembangan mental.
Perkembangan ini seyogianya diperhatikan dan dibimbing oleh orang tua dan para
guru. Sastra dapat memberikan nilai-nilai tinggi bagi proses perkembangan
pendidikan anak-anak. Dengan perkataan lain, melalui perkembangannya dengan
sastra akan dipromosikan paling sedikit empat aspek perkembangan pada diri
anak-anak.
Perkembangan bahasa. Pergaulan anak-anak dengan
ssatra, lisan maupun tulisan, jelas mempunyai dampak positif terhadap
perkembangan bahasa mereka. Dengan menyimak atau membaca karya sastra maka
secara sadar atau tidak sadar pemerolehan bahasa mereka kian meningkat.
Bertambahnya kosa kota maka meningkat pula keterampilan berbahasa anak-anak.
Dengan demikian jelas bahwa sastra berfungsi untuk menunjang perkenbangan bahsa
anak-anak.
Perkembangan Kognitif. Pengalaman-pengalaman
sastra merupakan salah satu sarana untuk merangsang serta menunjang
perkembangan kognitif atau penalaran anak-anak. Bahasa berhubungan erat dengan
penalaran dan pikiran anak-anak. Kian terampil anak-anak berbahasa, kian
sistematis pula cara mereka berfikir. Kognisi atau penalaran mengacu pada berbagai
proses, antara lain dalam: (1) persepsi, (2) ingatan, (3) pertimbangan, (4)
refleksi, dan (5) wawasan (Mussen,Conger & Kagan 1979 : 234-5). Bahkan
seorang pakar wanita yang dengan tegas menyarankan serta menganjurkan pada guru
untuk ”Berupaya keras pada setiap kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
anak-anak menangani oprasi-oprasi dasar yang berkaitan dengan berfikir; dan
oprasi-oprasi yang dapat dikembangkan melalui media sastra, antara lain:
mengamati membandingkan, mengklasifikasikan, menghipotesiskan,
mengorganisasikan, merangkum, menerapkan, dan mengkritik” (Strick-land
1977-55).
Perkembangan Kepribadian. Kepribadian seorang
anak akan jelas terlihat pada saat mencoba memperoleh kemampuan untuk
mengekspresikan emosinya, mengekspresikan empatinya terhadap orang lain, dan
mengembangkan persaannya mengenai harga diri dan jati-dirinya. Sastra mempunyai
peranan penting dalam perkembangan kepribadian sang anak. Tokoh-tokoh dalam
karya sastra secara tidak sadar telah mendorong dan mengajari anak-anak mengendalikan
berbagai emosi, misalnya benci, cemas, hawatir, takut, bangga, angkuh, sombong,
dan lain-lain. Bahkan untuk menolong anak-anak untuk menghilangkan ”stress”
telah di pergunakan apa yang di sebut bibliotherapy, yaitu suatu interaksi
antara pembca dan sastra, ternyata hasilnya memuaskan pula.
Perkembangan Sosial. Manusia adlah mahluk
sosial, hidup masyarakat. Untuk menjadi anggota masyarakat, maka kita pun
mengalami proses sosialisasi. Begitu pula ank-anak yang sedang bertumbuh yang
berada pada masa perkembangan. Istilah sosialisasi mengacu pada suatu proses
yang di gunakan oleh anak-anak untuk memperoleh perilaku, norma-norma, dan
motifasi-motifasi yang selalu di pantau serta di nilai oleh keluarga-kelurga
mereka dan kelompok budaya mereka..
Memahami proses-proses yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak-anak merupakan hal yang penting bagi setiap orang yang
bekerja dengan anak-anak. Ada tiga proses yang sangat berproses yang sangat
berpengaruh terhadap sosialisasi dalam dunia anak-anak. Yang pertama adalah
proses hadiah dan hukuman. Orang tua atau orang dewasa lainnya menberi hadiah
atas perilaku yang baik dan memberi hukuman atas perilaku yang tidak baik. Pada masa anak-anak juga
belajar tentang perilaku yang berterima dalam budaya. Yang ketiga adalah proses
identifikasi. Proses pengalaman ini merupakan yang paling penting bagi
sosilisasi. Identifikasi ini menuntut ikatan-ikatan emosional dengan
model-model yang ada. Anak-anak ingin sekali agar pikiran, perasaan dan
sifat-sifat mereka menjadi sama dengan model yang disukai.
Anak-anak hidup dalam masa perkembangan, baik
fisik maupun mental. Orang tua dan guru wajib membimbing perkembangan anak-anak
ke arah yang positif agar mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang baik dan
berguna dalam kehidupan. Salah satu sarana untuk mencapai tujuan tersebut
adalah sastra yang sesuai dengan perkembangan anak-anak. Banyak manfaat dan
nilai yang dapat diberiakan oleh sastra bagi perkembangan anak-anak. Dari segi
perkembangan, sastra anak-anak menunjang perkembanagan bahasa kognitif,
personalitas dan sosial anak-anak.
Pemanfaatan nilai-nilai sastra yang diberikan
kepada anak-anak kita akan tergantung pula pada keterampilan membaca dan
menulis yang mereka miliki dalam suatu bahasa. Minimal anak-anak harus memiliki
functional literacy yang wajar. Istilah functional literacy ini mengacu pada
kemampuan yang menggunakan keterampilan membaca dan menulis secukupnya bagi
maksud-maksud dan kegiatan-kegiatan yang biasanya menuntut literasi dalam dalam
kehidupan orang dewasa atau didalam posisi sosial seseorang (Richard, Platt
& Weber 1987 : 168)
Pada masa pra sekolah(usia2-5) anak-anak dapat
mengapresiasi sastra lisan dengan modal keterampilan memyimak dan berbicara
,karena mereka belum terampil membaca dan menulis.Maklumlah pada massa dan usia
tersebut mereka madih berada pada taraf functional illeteracyanak-anak
kita.Itulahsebabnya maka kita sering kita dengar ungkapan yang mengatakan bahwa
keterampilan membaca dan menulis itu merupakan pintu gerbang memasuki dunia
luas.Dan sebaliknya ialah ”Peoplewho are functionally illiterate are illiterate
for allpratical purposes;they mhay be able to write their names and read simple
signs ,but they can do little else ”(Hillerich 1978).
Dengan modal functional literacy maka perolehan
bahasa dan pemerolehan sastra anak-anak kian meningkat dan berkembang.Dengan
demikian dapat diharapkan, tentunya dengan bimbingan orang tua dan para guru di
sekolah, anak-anak akan terampil berbahasa dan terampil bersastra, yang
selanjutnya mengakibatkan mereka terampil berpikir,terampil berpribadi, dan
terampil berpikir, dan terampil bermasyarakat.
Jelaslah kini kepada kita betapa besar dan
tingginya fungsi serta nilai sastra bagi anak-anak untuk menunjang
perkembangan mereka . Semoga hal ini
membuka mata dan perhatian para guru sehingga dapat menghargai sastra dan
meningkatkan mutu pengajaran sastra di sekolah, yang selama ini kurang mendapat
perhatian, sehingga masyarakat pencipta sastra mengeluh dan beranggapan bahwa
sastra dan pengajaran sastra dianaktirikan. Anggapan yangnegatif ini harus
diubah menjadi citra yang positif oleh para guru demi kepentingan anak-anak
didik kita semua.
Psikosastra
atau psikologi sastra adalah suatu telaah mengenai sastra anak-anak berdasarkan
fungsi dan nilainya dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa, perkembangan
berpikir/bernalar, perkembangan kepribadian dan perkembangan sosial anak-anak,
beserta ciri dan implikasinya dalam pengajaran sastra.
BAB III
DATA DAN ANALISIS DATA
3.1.
Data Cerpen
Data cerpen
terdiri dari deskripsi pengarang dan cerpen.
3.1.1 Deskripsi Pengarang
Dewi Lestari Dutadi lahir di
Surabaya, 14 September 1967. Ibu satu anak ini sangat antusias dalam dunia perkembangan akhlak anak,
yang menurutnya harus dipupuk sejak dini. Bagi Dewi, anak harus dipersiapkan
sebagai penerus bangsa yang mempunyai daya saing tinggi dalam menghadapi arus
globalisasi, dengan berlandaskan pada akhlak yang luhur.
Ibu
yang sehari-hari bekerja sebagai Executive Secretary di sebuah perusahaan milik
BUMN ini sangat menyukai dunia tulis-menulis, terutama topik dunia anak. Tahun
1990 ia pernah menjadi pemenang harapan pada lomba mengarang wanita bekerja
yang diselenggarakan oleh Majalah Femina bekerja sama dengan Vaseline.
3.1.2
Cerpen Indahnya Kasih Sayang
INDAHNYA
KASIH SAYANG
Guratan
keriput wajah sang ayah Nampak terlihat
jelas. Kondisinya nampak lelah setelah seharian menarik becak dijalanan,
kondisi itu seakan tidak mampu menundukkan kerasnya hati Icha untuk meminta
dibelikan boneka Barbie yang sangat diidam-idamkan sejak dia duduk dikelas
satu. Ibu Icha adalah seorang penyandang tunanetra yang berprofesi sebagai
tukang pijat, yang hasilnya juga tidak seberapa.
“Icha,
boneka Barbie itu kan harganya mahal Nak, Bapak dan Ibumu tidak punya cukup
uang untuk membelinya, kita harus menabung dulu, “ ujar Ibu sambil mengelus
punggung Icha dengan lembut.
“Menabung
dulu, berapa lama , Bu ?! Pokoknya aku tak mau tahu, besok aku harus sudah
punya. Semua teman-teman dikelasku sudah punya boneka Barbie itu, kecuali
aku!”suara Icha terdengar tinggi meninggalkan ibunya yang sedang sibuk
menyiapakan makan malam di dapur sambil membanting daun pintu kamar yang
engselnya sudah aus.
Keeseokan harinya, Icha tidak mau
masuk sekolah dengan alasan malu dengan teman-teman, karena hanya dia yang
belum punya boneka Barbie. Bapak dan Ibu sudah membujuknya berkali-kali, namun
usaha itu sia-sia saja. Pokoknya Icha tidak mau masuk sekolah, sebelum memiliki
Boneka Barbie yang dia mau. Seharian dia tidak mau sarapan dan makan siang,
bahkan hanya keluar kamar bila ingin ke toilet saja.
Menjelang sore, dia tertidur karena
menahan lapar dan marah. Tanpa sengaja, terdengar sayup-sayup suara orang
sedang mengobrol dengan ibunya. Sepertinya, dia sangat mengenali suara itu. Ah,
tidak salah lagi itukan suara Guru Wanti, wali kelas tiga, wali kelasnya. Ibu
Wanti selain cantik juga berhati lembut dan sabar. Ibu Wanti selalu member
perhatian lebih kepada murid yang kurang mampu. Tapi ada apa ya, kok tumben
baru satu hari saja tidak masuk, Ibu Wanti sudah mendatangi rumahnya yang mulai
using catnya.
Setelah dirinya yakin bahwa itu
suara Ibu Wanti, Ibu memberanikan diri untuk menemuinya. Setelah
bincang-bincang, Ibu Wanti menyampaikan bahwa dirinya ingin memberikan boneka
miliknya sewaktu kecil yang sudah lama disimpannya, yang rencananya akan
diberikan kepada putrinya. Namun, karena keduanya putra, maka dia sudah tidak
perlu lagi menyimpannya.
“Kok, Bu Guru tahu, kalau Icha
sangat menginginkan boneka?” Tanya Icha. “Teman-teman ayang bilang begitu dan
mereka sedbetulnya sedang mengumpulkan uang untuk membelikan boneka, namun
masih kurang, karena kerbetulan ibu punya, ya ibu berikan saja, anggap saja ini
kado ulang tahun dari ibu,” kata Ibu Wanti sambil mengucapkan selamat ulang
tahun.
Icha
sendiri sampai lupa, hari ini adalah hari ulang tahunnya, begitu juga sang
Bapak dan Ibu. Karena sibuknya mereka mencari nafkah,sampai ia lupa ulang tahun
anaknya. Sambil Ibu menyiapkan minuman untuk Ibu Wanti, Ibu Wanti mendekati
Icha dan menyapaikan wejangannya.
“Ibu yakin, kamu pasti menyayangi
Bapak dan Ibumu yang sudah bersusah payah membesarkan kamu, cobalah kamu
berempati, bagaimana perjuangan Ayahmu, sejak matahari belum terbit sudah harus
mengayuh becak. Demikian juga Ibumu, meskipun tuna netra, dia masih berusaha
mencari nafkah demi membiayai sekolah kamu. Ibu guru bisa merasakan, mereka
begitu menyayangi kamu, meskipun terkadang tanpa sengaja kamu menyakiti hati
mereka.
Jangan seperti pengalaman Ibu Wanti,
Nak, yang menyesal setelah orang tua ibu
meninggal dunia. Ibu dulu juga seperti kamu, anak tunggal yang disayangi. Apa
ibu minta selalu dituruti, sebetulnya hal tersebut tidak baik, Karen amembuat
anak menjadi tidak menghargai dan tidak memiliki jiwa perjuangan. Bahwa untuk
mendapatkan sesuatu itu tidak mudah dengan kata-kata saja. Sampai suatu ketika
kedua orangtua ibu mengalami kecelakaan
yang merenggut nyawa mereka.
Semenjak itu, ibu tinggal di rumah
bude yang memiliki empat orang anak. Di situ, ibu banyak mendapat pelajaran
bagaimana untuk mendapatkan sesuatu itu tidak mudah, bagaimana rasanya berbagi
dengan sepupu ibu lainnya, dari hal kecil seperti menggunakan satu kamar mandi
untuk bderlima yang tentunya perlu strategi dan kesabaran. Sampai berbagi makan
supaya semuanya mendapat porsi yang adil. Awalnya sangat sulit buat ibu untuk
beradaptasi, namun ibu mencoba melakukannya dengan penuh rasa kasih sayang
terhadap saudara-saudara ibu, sehingga lama-kelamaan menjadi nikmat. Kini,
disaat kami semua sudah dewasa, terkadang rindu terhadap masa lalu yang penuh
kenangan yang menggelikan hati kami. Dengan kasih sayang kami bisa menurunkan
ego, dengan kasih sayang kami belajaar keadaan, dengan kasih sayang tidak ada
perbedaan, dengan kasih sayang tidak ada peperangan, dan masih banyak manfaat
lainnya. Nabi Muhammad saja selalu menghadapi segala sesuatu yang pahit
sekalipun dengan penuh kasih sayang dan Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang,” kata Bu Wanti sambil tersenyum
penuh kasih sayang.
3.2
Analisis Data
3.2.1
Analisis Cerpen Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Perkembangan Sosial Anak
Prasekolah
Cerpen
“indahnya kasih sayang” ,menceritakan seorang tokoh anak kecil yang bernama
Icha, dimana ia adalah seorang anak yang hidup ditengah kaluarga yang kurang
beruntung. Dia mempunyai ayah seorang penarik beca dan ibunya seorang yang tuna
netra dan bekerja sebagai tukang pijat. Dalam kondisi seperti itu Icha
mempunyai keinginan untuk membeli sebuah boneka Barbie. Tetapi orangtuanya
tidak sanggup untuk membeli boneka Barbie tersebut karena kondisi keuangan yang
tidak mencukupi. Walaupun Icha mengetahui keadaan keluarganya seperti itu, ia tetap
memaksa ingin dibelikan sebuah boneka Barbie sampai-sampai ia tidak mau sekolah
sebelum dibelikan boneka Barbie alasannya ia merasa malu karena hanya dia yang
tidak mempunyai boneka Barbie di sekolahnya.
Kaitannya
dengan perkembangan kepribadian, cerpen ini memberikan sebuah pelajaran bagi
anak-anak dalam usia prasekolah, yaitu sebagai gambaran kehidupan yang kurang
beruntung. Dan jika keadaan anak yang lebih beruntung seharusnya bisa bersyukur
dan bisa hidup berbagi dengan anak-anak lain. Dan bagi anak yang keadaannya
hampir serupa dengan apa yang dialami oleh icha(tokoh dalam cerpen), memberikan
pelajaran bahwa seorang anak harus bersipat patuh dan taat kepada kedua orang
tua, dan ketika keinginan tidak dapat terpenuhi, sepatutnyalah bisa menerima apa
adanya dan mengerti keadaan orang tua.
Jadi, dengan cerita
tersebut dapat diimplikasikan dari ciri-ciri anak usia prasekolah pada masa itu
konsep diri anak-anak dpengaruhi oleh sikap-sikap dan perilaku orang-orang yang
ada disekeliling mereka, mereka harus merasakan bahwa orang lainpun mempunyai
kepedulian terhadap mereka, menerima mereka dan beranggapan bahwa mereka
benar-benar berguna, patut dan layak. Seorang anak membutuhkan bimbingan khusus
agar dapat menerima kesalahan-kesalahan yang ia ketahui dari anak seusianya
tanpa mengurangi perasaan harga diri mereka.
3.2.2 Analisis
Cerpen Sebagai Upaya Peningkatan
Kemampuan Perkembangan Sosial Anak Masa Sekolah
Berdasarkan
isi cerpen diatas dapat kita lihat bahwa ciri-ciri anak masa sekolah usia
6.0-8.0 diantaranya anak-anak yang telah berusia enam tahun secara emosional tidaklah
sama stabilnya dengan anak yang berusia lima tahun, mereka ini memperlihatkan
ketegangan atau tensi yang lebih tinggi, mungkin saja mereka melawan atau
membangkang terhadap gurunya atau orang tuanya. Hal ini terlihat dalam kutipan
cerpen ini ““Menabung dulu, berapa lama , Bu ?! Pokoknya aku tak mau tahu,
besok aku harus sudah punya. Semua teman-teman dikelasku sudah punya boneka
Barbie itu, kecuali aku!”suara Icha terdengar tinggi meninggalkan ibunya yang
sedang sibuk menyiapakan makan malam di dapur sambil membanting daun pintu
kamar yang engselnya sudah aus’’. Dalam kutipan cerpen tersebut jelas terlihat
bahwa pada usia tersebut anak-anak cenderung memiliki sifat egois yang tinggi,
mereka bertindak sesuai dengan apa yang mereka anggap benar tanpa mempedulikan
orang-orang disekitarnya.
Maka perlu diimplikasikan dengan
cara bantulah anak-anak untuk menemukan cara-cara yang berterima untuk
menangani/menanggulangi ketegangan-ketegangan mereka. Bacakanlah cerita-cerita
yang mengilustrasikan bagaimana caranya anak-anak lain menanggulangi ketegangan-ketegangan
mereka. Serta berikanlah waktu dan kesempatan yang cukup bagi mereka untuk
mendemontrasikan kemandirian atau keberdikarian mereka, biar mereka memilih
buku-buku dan kegiatan-kegiatan yang mereka senangi. Sediakan dan berikan
buku-buku yang berisi tokoh-tokoh yang berjuang mencapai
kemandirian/keberdikarian.
BAB
IV
SIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Simpulan
Menurut tingkat
perkembangan kepribadian mereka, maka anak-anak dari berbagai usia jelas
memerlukan berbagai cara bagi orangtua dan guru untuk menanggulangi peningkatan
moral mereka. Cerita-cerita anak memang menyajikan berbagai tingkat kerumitan
moral, orangtua dan guru seyogyanya member bimbingan kepada anak-anak untuk
memahami hal tersebut. Harus dipahami benar-benar bahwa berbagai cerita
tidaklah sesederhana yang kita duga, kacamata dan kata hati anak-anak haruslah
digunakan untuk memandang dan merasakannya, dalam hal ini tidak selalu mudah
bagi sang guru atau orangtua.
Fabel-fabel seringkali digunakan
buat keperluan anak-anak karena biasanya memang singkat, sederhana, menampilkan
tokoh-tokoh binatang dan justru mengajarkan moral. Demikian pula pilihan cerita
dan novel dapat member sumbangan bagi perkembangan moral anak-anak, dari yang
sederhana sampai kepada yang rumit. Jelas bahwa sastra memang merupakan suatu
sarana penting bagi perkembangan moral anak-anak, terlebih pula bila didukung
oleh bimbingan guru dan orang tua yang bijaksana yang dapat memahami anak-anak.
4.2 Saran-saran
Penulis mengharapkan orang tua dan
para guru dapat membantu anak-anak untuk memahami apa-apa yang baru bagi mereka
dan bantulah mereka untuk merasakan kesenangan terhadap kemampuan mereka
menaggulangi situasi-situasi yang aneh. Dorong dan tingkatkanlah
kegiatan-kegiatan sastra yang memberi peluang bagi anak-anak mengadakan kerja
sama.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan,
Guntur Henry. 1995. Dasar-Dasar
Psikosastra. Bandung : Angkasa
Dutadi, Dewi
Lestari. 2010. Kumpulan Cerpen dan
Dongeng Islami. Jakarta : PT. Dian Rakyat