1.1
Pengertian
Puisi
Secara etimologis istilah puisi berasal
dari kata bahasa Yunani poites, yang
berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun,
menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata
tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut
syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan
(Sitomorang, 1980:10). Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah
poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam
Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti
membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang
yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa
atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan
tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang
dapat menebak kebenaran yang tersembunyi. Puisi juga dapat diartikan sebagai
sebuah karya sastra dengan bahasa yang
dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan
pemilihan kata-kata kias (imajinatif).
1.2
Metode
Puisi
Untuk
mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana. Sarana-sarana
tersebutlah yang disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari :
1.
Diction
(diksi)
Diksi
adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan
secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna
denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar
mendukung maksud puisinya.
2.
Kata Nyata (Conkreet Word)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang
jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang
berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slamet Mulyana
menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah dipergunakan oleh
penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus. Melalui diksi-diksi yang dipilihnya,
penyair berusaha untuk dapat menumbuhkan pembayangan para penikmat sajaknya.
Untuk dapat mencapai itu, setiap penyair berupaya untuk menggunakan kata-kata
yang tepat dan imajinatif dalam arti dapat dimaknai oleh para penikmat
sajaknya. Semakin mudah dimaknai dan dapat menimbulkan pembayangan yang lengkap
tentang sesuatu, maka kata-kata tersebut dapat digolongkan pada kata nyata.
Sedangkan apabila tidak demikian, maka kata-kata tersebut termasuk blank word
(kata tanpa makna).
3. Majas (gaya bahasa)
Adalah
cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imaji
dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan
sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
- Perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
- Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding.
- Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-turut.
- Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
- Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
- Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
- Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.
4. Imageri (imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata
yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu
merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap
kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi.
Imaji
disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara
lain
- Citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan
- Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran
- Citra penciuman, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman.
- Citra perabaan, yaitu citraan yang timbul oleh sesuatu yang dirasakan anggota tubuh.
- Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
- Citra suhu, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran keadaan suhu.
- Citra pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh pencecapan.
5.
Versifikasi
Unsur
versifikasi didalamnya mencakup kajian tentang rima (persanjakan), ritme
(irama) dan metrum. Irama dalam istilah puisi tidak berarti sama dengan irama
dalam musik. Irama dalam puisi mengacu pada prosodi yang menyoal
tinggi><rendah, lemah><keras, panjang><pendek,
cepat><lambat, dst.
- Metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu.
- Ritme, yaitu irama yang disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur.
Irama
menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi
sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama
diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan
menjadi tiga,
- Dinamik, yaitu tekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
- Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara.
- Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.
Rima
adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang
cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan.
Bunyi semacam ini disebut euphony.
Sebaliknya, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Berdasarkan
jenisnya, persajakan dibedakan menjadi
- Rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
- Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
- Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
- Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
- Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
- Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
- Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
- Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan
letaknya, rima dibedakan
- Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
- Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
- Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
- Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
- Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
- Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
- Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
6.
Tipografi
Bentuk puisi seperti
halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya,
hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap
puisi.
1.3
Hakikat
Puisi
1.
Tema/makna (sense)
Setiap karya sastra termasuk puisi
pasti mengandung tema yang dapat kita artikan sebagai sesuatu yang menjadi
pokok persoalan bagi sastrawannya. Melalui tema, kita akan memahami gagasan,
pikiran ,pandangan hidup dan perasaan sastrawan yang bersangkutan.
2.
Rasa (feeling)
Sikap penyair terhadap pokok
permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat
kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar
belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
3.
Nada (tone)
Sikap penyair terhadap pembacanya.
Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema
dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan
masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong,
menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4.
Amanat/tujuan/maksud (itention)
Sadar maupun tidak, ada tujuan yang
mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum
penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
No comments:
Post a Comment