Deskripsi
Pengarang
Lahir di Muara Sipongi, Tapanuli.
Pendidikan MULO di Padang dan Jakarta, kemudian menjadi guru H.I.K di Bandung.
Tahun 1928 ke India mempelajari kebudayaan Hindu. Sekembalinya dari India
memimpin "Timbul" (dalam bahasa Belanda), kemudian memasuki Perguruan
Rakyat dan jurnalistik. Pernah juga bekerja di Balai Pustaka sebagai kepala
pengarang. Ada tiga pengaruh yang ditunjukkannya, yakni pengaruh Barat, India
dan Jawa.
Pengaruh Barat nampak dalam sajak-sajaknya Puspa Mega yang mengambil bentuk soneta. Dalam sajak-sajak di Pancaran kerajaan kuno Jawa. Ketiga pengaruh tersebut bersatu padu dalam pribadinya, hanya kadang-kadang menonjol salah satu unsurnya apabila lingkungan sekitar membuatnya demikian.
Pengaruh Barat nampak dalam sajak-sajaknya Puspa Mega yang mengambil bentuk soneta. Dalam sajak-sajak di Pancaran kerajaan kuno Jawa. Ketiga pengaruh tersebut bersatu padu dalam pribadinya, hanya kadang-kadang menonjol salah satu unsurnya apabila lingkungan sekitar membuatnya demikian.
Sanusi Pane dikatakan oleh Amir Hamzah sebagai
pujangga yang menguasai bahasa Indonesia sampai keurat-uratnya. Dalam
sajak-sajaknya, Sanusi Pane memang tidak memainkan "kata-kata nan
indah". Ia lebih suka kesederhanaan dalam bahasa. Kata-kata yang dipakai
adalah kata-kata sehari-hari, bahkan kata-kata dari bahasa Belanda (misalnya:
masinis). Kesederhanaan bahasa puisinya ini menunjukkan kematangan dan keahliannya
sebagai ahli bahasa. Sanusi Pane terkenal sebagai penyair dan penulis drama.
Umumnya ia dianggap bersifat Hinduistis dan cenderungmistik. Perhatiannya
terhadap kebudayaan Hindu Indonesia amat dalam. Hal ini tercermin dalam
beberapa sajak dan dramanya. Beberapa karyanya: Pancaran Cinta (prosa liris,
1926), Puspa Mega (kumpulan sajak, 1927), Madah Kelana (kumpulan sajak, 1931),
Kertajaya (drama, 1932), Sandhyakala Ning Majapahit (drama, 1933), Manusia Baru
(drama, 1940), Airlangga (drama dalam bahasa Belanda, 1928), Eanzme
Garudavlucht (Terbang Garuda Sendirian, drama Sendirian, drama bahasa Belanda,
1930), Arjuna Wiwaha (terjemahan sastra Kawi, 1948), Bunga Rampai Hikayat Lama
(1946), Sejarah Indonesia (1942), Indonesia Sepanjang Masa (1952).
3.2
Sajak Teratai
TERATAI
Kepada Ki Hajar Dewantoro
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu.
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun
dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia.
Teruslah, O Teratai Bahagia
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman.
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau pun turut menjaga zaman.
(Sanusi
Pane)
3.3 Analisis Data
3.3.1
Analisis Metode Puisi
1.
Diksi
Dalam sajak teratai,
pengarang menggunakan pilihan dan penggunaan kata yang begitu menarik. Dalam
sajak teratai terdapat beberapa diksi yang digunakan. Perhatikan penggalan
sajak Teratai dibawah ini.
Teratai
…………………
Tidak terlihat orang
yang lalu
…………………
Daun berseri Laksmi
mengarang
…………………..
Seroja kembang
gemilang mulia
………………….
Biarpun engkau tidak diminat
Engkaupun turut menjaga
zaman
…………………(Sanusi Pane)
1.
Kenapa penyair
mengambil judul yang digunakan adalah Teratai. Teratai disini di upamakan
penyair sebagai Ki Hadjar Dewantara, karena sajak ini ditujukan kepada Ki Hajar
Dewantara. Kenapa penyair tidak mengumpamakannya dengan bunga lain, seperti mawar atau melati?
2.
Kenapa penyair
menggunkan frase orang yang lalu
bukan orang yang melintas atau orang yang melewatinya yang artinya relatif
sama?
3.
Kenapa penyair
menggunakan kata berseri untuk sebuah
daun, bukan kata lain yang lebih lazim misalnya menghijau?
4.
Kenapa penyair
menggunakan kata Laksmi untuk
perumpamaan nama orang, kenapa tidak menggunakan nama lain?
5.
Kenapa penyair
menggunakan konstruksi seroja kembang bukan
kembang seroja.
6.
Kenapa penyair
menggunakan kata diminat ? Kenapa
tidak menggunakan kata disukai.
7.
Kenapa penyair
menggunakan kata menjaga zaman untuk
sebuah bunga? Kenapa tidak menggunakan kata lain yang lebih lazim seperti menghiasi alam.
2.
Kata
Nyata (Conkreet Word)
Dalam
membuat sebuah sajak seorang penyair berupaya menumbuhkan pembayangan para
penikmat sajaknya melalui diksi-diksi yang dipilihnya. Begitu juga dengan sajak
“Teratai” karya Sanusi Pane. Dalam sajak tersebut pada umumnya setiap kata yang
digunakan pada tiap-tiap larik dapat dipahami, artinya dapat menimbulkan
pembayangan yang lengkap tentang sesuatu. Penyair banyak menggunakan kata-kata
nyata yang dapat dipahami pembaca. Tetapi selain itu, ada juga kata yang sulit
menimbulkan pembayangan bagi pembaca atau disebut Blank Word .
Perhatikan penggalan
sajak Teratai dibawah ini.
………………………..
Daun berseri Laksmi
mengarang
………………………..
Bagi sebagian orang kata Laksmi mungkin merupakan blank
word , karena tidak semua orang tahu apa makna kata Laksmi dalam sajak
tersebut. Karena penulisan kata Laksmi tersebut menggunakan huruf kapital pada
awal katanya, maka mungkin saja si pembaca hanya menafsirkan bahwa Laksmi
tersebut nama seorang wanita tanpa tahu maksud pengarang kenapa menggunakan
nama tersebut.
3.
Majas
(Gaya Bahasa)
Majas merupakan pengungkapan bahasa yang diungkapkan
penyair secara tersirat. Dalam sebuah gaya bahasa penyair menggunakan bahasa
kiasan yang berarti wujud bahasa yang tidak menyatakan arti sebenarnya.
Perhatikan larik-larik sajak yang
mengandung majas dalam sajak teratai dibawah ini.
Dalam kebun di tanah
airku
……………………..
Akarnya tumbuh dihati dunia
Daun berseri
Laksmi mengarang
………………………
Berseri di kebun
Indonesia
……………………….
Biarpun
engkau tidak
dilihat
Biarpun
engkau tidak
diminat
…………………..............
1.
Pada larik kebun di tanah airku dan di
kebun Indonesia mengandung majas sinekdoke
karena kata kebun tersebut menyatakan sebagian untuk keseluruhan yakni pars pro toto yang berarti kata kebun
mewakili seluruh tanah air Indonesia.
2.
Pada larik akarnya tumbuh dihati dunia, daun berseri
Laksmi mengarang dan berseri di kebun
Indonesia mengandung majas personifikasi,
karena pada larik-larik tersebut menggambarkan benda mati seolah-olah sama
dengan manusia, seperti dunia yang mempunyai hati dan bunga teratai yang dapat
berseri.
3.
Secara keseluruhan
sajak “Teratai” karya Sanusi Pane boleh dikatakan sebagai alegori, karena kisah
bunga teratai itu digunakan untuk mengisahkan tokoh pendidikan. Kisah tokoh
pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu digunakan untuk memberikan
nasihat kepada generasi muda agar mencontoh teladan “teratai”, yang hidup di
air berlumpur tetapi warna bunganya tetap cemerlang. Ki Hadjar Dewantara dibandingkan
dengan bunga teratai yang tidak menonjolkan diri namun namanya termasyur di
seluruh penjuru dunia.
4.
Dalam larik Biarpun
engkau tidak dilihat Biarpun engkau tidak diminat termasuk kedalam majas repetisi, karena terdapat pengulangan
kata yang sama pada larik pertama dan kedua.
4.
Imajeri/Pembayangan/Citraan
Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair. Bersama unsur diksi, kata nyata, majas dan citraan
merupakan komponen kunci dalam upaya mengapresiasi karya sastra puisi. Dalam
sajak Terataipun penyair berusaha menggunakan citraan agar pembaca ikut
terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair.
Perhatikan penggalan
sajak dibawah ini.
…………………………..
Tersembunyi kembang
indah permai
Tidak terlihat
orang yang lalu
…………………………..
Biarpun engkau tidak
dilihat
…………………………...
Larik-larik diatas dapat masukkan ke dalam citra penglihatan.
5.
Versifikasi
Unsur
versifikasi mencakup kajian tentang tentang rima (persanjakan), ritme (irama)
dan meutrum. Irama dalam kajian puisi erat kaitannya dengan persanjakan yang digunakan.
Adapun dalam sajak Teratai kita bisa melihat rima yang digunakan.
Perhatikan rima yang
terdapat dalam sajak Teratai dibawah ini.
Teratai
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun
dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
………………………………
Dalam
bait diatas termasuk kedalam rima
berpeluk, yakni persamaan bunyi yang tersusun sama
antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan larik ketiga
(ab-ba).
6.
Tipografi
(tata grafis)
Bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata,
tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut
sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam
pembuatan sebuah puisi penyair memperhatikan EYD atau tidak.
TERATAI
Kepada
Ki Hajar Dewantoro
Dalam
kebun di tanah airku
Tumbuh
sekuntum bunga teratai
Tersembunyi
kembang indah permai
Tidak
terlihat orang yang lalu.
Akarnya
tumbuh di hati dunia
Daun
berseri Laksmi mengarang
Biarpun
dia diabaikan orang
Seroja
kembang gemilang mulia.
Teruslah,
O Teratai Bahagia
Berseri
di kebun Indonesia
Biar
sedikit penjaga taman.
Biarpun
engkau tidak dilihat
Biarpun
engkau tidak diminat
Engkau
pun turut menjaga zaman.
(Sanusi
Pane)
Adapun tipografi dalam
sajak Teratai diantaranya :
1. Penempatan
alignment left (perataan kiri)
2. Penggunaan
huruf kapital pada huruf awal disetiap larik
3. Penggunaan
huruf kapital pada kata Laksmi yang menunjukan bahwa Laksmi tersebut merupakan
nama orang dan juga pada kata Indonesia yang menunjukan penggunaan huruf
kapital pada sebuah Negara.
4. Penggunaan
huruf kapital pada tiap-tiap awal kata pada lirik”Teruslah,
O Teratai Bahagia”yang mungkin penyair mempunyai maksud tertentu terhadap hal
tersebut.
5. Penggunaan
tanda titik pada akhir tiap-tiap bait.
6. Bait
pertama dan kedua terdapat 4 larik sedangkan bait ketiga dan keempat 3 larik.
3.3.2
Analisis
Hakikat Puisi
1.
Tema
atau Sense
Dalam setiap sajak pasti mengandung tema yang dapat
diartikan sebagai suatu pokok permasalahan bagi seorang penyair. Begitu pula
dalam sajak Teratai mengandung tema yang diangkat oleh penyair. Sebuah tema
mengandung dua unsure, yakni tema umum dan tema khusus. Tema yang terdapat pada
sajak Teratai adalah :
§
Tema umum sajak teratai
adalah kekaguman.
§
Tema khusus sajak
teratai adalah keindahan bunga teratai yang diumpakan sebagai ki Hadjar
Dewantara. Teratai
yang tumbuh di air yang sangat berlumpur (kotor, coklat) tetapi warna bunganya
lebih cemerlang, begitu pula Ki Hadjar Dewantara yang pada awalnya ia berjuang
demi pendidikan Indonesia tanpa diketahui oleh semua orang dan pada akhirnya
semua orang dapat merasakan hasil dari perjuangannya waktu itu sampai akhir
zaman, terutama dalam hal pendidikan di Indonesia.
2.
Feeling
atau Rasa
Feeling
atau rasa merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan terhadap puisi.
Dalam sajak Teratai sikap atau rasa yang ditunjukan adalah penyair begitu
mengagumi sosok Ki Hadjar Dewantara yang berjuang demi pendidikan Indonesia. Ia
begitu menyanjungnya, sampai-sampai diumpamakan sebagai bunga teratai.
3.
Tone
atau Nada
Melalui
sajaknya, Sanusi Pane dalam sajak teratai mengajak atau memberi nasihat kepada pembaca
untuk meneladani atau mencontoh sifat Ki Hadjar Dewantara. Sifat beliau yang pantang menyerah
dan terus berjuang demi pendidikan Indonesia bisa dijadikan teladan oleh para
pembaca agar memiliki sifat seperti beliau. Selain itu, penyair juga berusaha
untuk membangkitkan semangat nasionalisme pembaca terhadap perjuangan Ki Hadjar
Dewantara yang menjadi pelopor pendidikan di Indonesia.
4.
Amanat/Maksud/Pesan
(Intention)
Setiap
membuat sajak, penyair pasti mempunyai amanat, maksud atau tujuan yang ingin
disampaikan kepada pembaca. Unsur amanat ini selalu bersejajar dengan tema.
Adapun amanat yang ingin disampaikan penyair dalam sajak teratai adalah sebagai
berikut :
1.
Janganlah kita
mengabaikan hal-hal yang sama sekali tidak terlihat baik diluarnya karena sesungguhnya
hal-hal tersebut dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat besar apabila kita
benar-benar bisa memanfaatkannya.
2.
Dalam memperjuangkan
sesuatu yang baik kita harus bersungguh-sungguh, janganlah kita mudah menyerah
karena kebaikan pasti akan berakhir baik.
3. Dimanapun
kita berada atau dilingkungan apapun kita tidak boleh gampang terpengaruh,
tetaplah percaya diri.
puisi ini merupakan bentuk puisi? syair kah?
ReplyDelete